PENGAWASAN ATAS PENGADUAN MASYARAKAT TERHADAP PROSES PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

Posted on 2019-09-30 08:45:28 | by : Raswan | 16957 kali dibaca | Category: Artikel


       PENGAWASAN ATAS PENGADUAN MASYARAKAT TERHADAP PROSES

                        PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

Pengadaan Barang/Jasa pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang prosesnya dimulai dari identifikasi kebutuhan sampai dengan serah terima hasil pekerjaan. Semuanya dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan barang/jasa, agar berjalan tugas dan fungsi organisasi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dengan jumlah anggaran yang besar, Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) menjadi suatu kegiatan dengan risiko tinggi dalam hal ketidakefisienan dan ketidakefektifan, serta rawan untuk terjadinya penyelewengan/kecurangan (fraud).

Dari kasus-kasus yang terjadi di Indonesia, PBJ merupakan salah satu penyumbang korupsi terbesar di pemerintahan dan telah menyebabkan banyak korban berjatuhan mulai dari setingkat Menteri, anggota DPR/D, Kepala Daerah, Pejabat Struktural/PNS di Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota, Petugas Lapangan, Ketua Kelompok dan lainnya. Bagi pejabat/PNS yang melakukan Tindak Pidana berdasarkan Keputusan Pengadilan, ancaman hukuman penjatuhan Hukuman Disiplin sesuai Pasal 281 ayat (3) dan jika putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap serta tindakan berencana, maka PNS tersebut diberhentikan tidak dengan hormat. Yang pada umumnya disebabkan karena salah dalam mengidentifikasi kebutuhan (spesifikasi Barang/Jasa) pada tahap perencanaan, berakibat Barang/Jasa tidak dapat dimanfaatkan (tidak efektif) dan penggelembungan harga (mark up).

Untuk mengantisipasi hal ini pemerintah telah mengambil kebijakan, antara lain: meningkatkan kualitas perencanaan PBJ; melaksanakan PBJ yang lebih transparan, terbuka dan kompetitif; memperkuat kapasitas kelembagaan dan Sumber Daya Manusia (SDM) PBJ; mengembangkan e-marketplace; menggunakan teknologi informasi (IT) dan komunikasi, serta transaksi elektronik; dan mendorong penggunaan barang/jasa dalam negeri dan Standar Nasional Indonesia (SNI); memberikan kesempatan kepada Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Usaha Menengah; mendorong pelaksanaan penelitian dan industri kreatif; serta adanya PBJ berkelanjutan.

Jenis PBJ diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yaitu: Barang, Pekerjaan Konstruksi, Jasa Konsultansi dan Jasa Lainnya. Bertujuan untuk menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas, jumlah, waktu, biaya, lokasi, dan Penyedia; meningkatkan penggunaan produk dalam negeri; meningkatkan peran serta Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Usaha Menengah; meningkatkan peran pelaku usaha nasional; mendukung pelaksanaan penelitian dan pemanfaatan Barang/Jasa hasil penelitian; meningkatkan keikutsertaan industri kreatif; mendorong pemerataan ekonomi; dan mendorong pengadaan berkelanjutan.

Ada 7 (tujuh) prinsip yang harus dipenuhi dalam proses PBJ, yaitu: efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil, dan akuntabel. Pelaku PBJ tersebut terdiri dari: Pengguna Anggaran (PA), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Pengadaan, Pokja Pemilihan, Agen Pengadaan, Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PjPHP)/Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP), Penyelenggara Swakelola dan Penyedia.

Untuk menyelenggarakan PBJ dibentuklah Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ) oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah, yang fungsinya adalah: mengelola PBJ, pengelolaan layanan pengadaan secara elektronik, pembinaan SDM dan Kelembagaan PBJ, pelaksanaan pendampingan, konsultasi, dan/atau bimbingan teknis, dan pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah (K/L/PD). selanjutnya Pimpinan UKPBJ menetapkan Kelompok Kerja (Pokja) Pemilihan yaitu SDM yang mengelola pemilihan Penyedia.

Dalam rangka pengawasan terhadap pelaksanaan PBJ Pemerintah, peran Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) sangat diperlukan untuk meminimalisir terjadinya penyimpangan. Kompetensi Pengawas/Pemeriksa meliputi pemahaman tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan PBJ serta teknik-teknik dalam melaksanakan pengawasan, mampu mengidentifikasi titik-titik kritis yang biasa terjadi pada praktek-praktek PBJ, mulai dari perencanaan sampai dengan pemanfaatannya untuk mengungkap penyimpangan yang mungkin terjadi. Terutama dalam menangani pengaduan masyarakat, keahlian dan kecepatan menentukan arah pemeriksaan sangat diperlukan berhubung terbatasnya waktu pelaksanaan pemeriksaan, serta lebih efisien dalam bekerja. 7 (tujuh) titik kritis dimaksud pada tahapan sebagai berikut:

  1. Tahap Perencanaan; seperti: Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan kurang/tidak transparan, kurang/tidak bersikap fair kepada seluruh peserta tender, jumlah, jenis dan kualitas barang/jasa tidak sesuai kebutuhan, dikondisikan pada merk dan spesifikasi teknis tertentu, penggelembungan anggaran, penetapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) tidak rasional, intervensi anggaran dan penetapan penyedia oleh pihak tertentu kepada pelaksana kegiatan.
  2. Tahap Persiapan; seperti: PPK tidak menyusun HPS, spesifikasi teknis mengarah pada merk/ produk tertentu, tender dilaksanakan sebelum tersedianya anggaran, mark-up harga.
  3. Tahap Persiapan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa; seperti: Dokumen pemilihan tidak sesuai standar LKPP dan tidak ada pengesahan oleh Pokja UKPBJ, persyaratan teknis berlebihan.
  4. Tahap Pelaksanaan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa; seperti: KPA tidak menjawab pertanyaan peserta sewaktu pemberian penjelasan (aanwijzing), perubahan prinsip tidak dituangkan dalam Adendum/Perubahan, waktu penyampaian atau pembukaan dokumen penawaran sering ditunda, dokumen penawaran fiktif atau tidak lengkap, Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan membocorkan dokumen penawaran kepada peserta lain, tidak melakukan klarifikasi Jaminan Penawaran dan post bidding, tidak melakukan pembuktian kualifikasi atau dilakukan belakangan, meluluskan peserta yang tidak memenuhi syarat, pengumuman pemenang tidak terbuka, jawaban atas Sanggah tidak sesuai substansi.
  5. Tahap Pelaksanaan Kontrak; seperti: tidak dilaksanakan Rapat persiapan, pemberian Uang Muka Kegiatan (UMK) tidak berdasarkan klausul kontrak, PPK tidak melakukan penilaian mutu hasil pekerjaan dan kemajuan fisik pekerjaan, perubahan pelaksanaan pekerjaan oleh PPK tanpa Addendum, PPK tidak melakukan pemutusan kontrak walaupun kondisinya sudah terpenuhi.
  6. Tahap Serah Terima Pengadaan Barang/Jasa; seperti: Kuantitas dan kualitas pekerjaan tidak sesuai spesifikasi teknis/kontrak, keterlambatan penyerahan Barang/Jasa; tidak mengenakan denda keterlambatan pada Penyedia Barang/Jasa, pembayaran melebihi prestasi kemajuan fisik, pembayaran fiktif terhadap barang/jasa yang tidak/belum diserahkan, duplikasi pembayaran, kekurangan pemungutan dan penyetoran pajak/PNBP
  7. Swakelola; misalnya kebijakan umum Pengadaan Swakelola tidak sesuai tupoksi Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah, serta sifat kegiatan yang akan dilaksanakan, penetapan sasaran tidak sesuai perencanaan, penyusunan spesifikasi teknis/KAK dan RAB tidak sesuai ketentuan.

Biasanya diawali dengan adanya perbedaan perlakuan terhadap peserta tender inilah yang sering memicu timbulnya pengaduan masyarakat kepada APIP atau pelaporan kepada Aparat Penegak Hukum (APH).

Dari titik kritis yang berpotensi, APIP dapat langsung mengarahkan pengawasan untuk meyakini terpenuhinya beberapa aspek, melalui kegiatan audit, reviu, pemantauan, evaluasi, dan/atau penyelenggaraan whistleblowing system sesuai pasal 76 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018, yang dimulai dari tahap perencanaan, persiapan, pemilihan penyedia, pelaksanaan kontrak, dan serah terima pekerjaan.

Untuk menindaklanjuti pengaduan masyarakat yang disampaikan kepada APIP, atau pengaduan masyarakat yang diteruskan oleh APH kepada APIP, harus disertai bukti yang faktual, kredibel dan autentik, ditindaklanjuti sesuai SOP dan batas kewenangannya, dan hasil tindak lanjut pengaduan dilaporkan kepada Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah. Jika diyakini adanya indikasi KKN yang merugikan keuangan Daerah/Negara dilaporkan kepada instansi yang berwenang. Langkah kerja dalam melakukan pengawasan terhadap pengaduan masyarakat pada tahap Perencanaan hingga Pemilihan Penyedia Barang/Jasa, sebagai berikut:

Langkah kerja yang diambil Pengawas/Pemeriksa dalam melakukan pengawasan terhadap pengaduan masyarakat pada tahap Perencanaan hingga Pemilihan Penyedia Barang/Jasa, sebagai berikut:

  1. akukan pengecekan terhadap proses penetapan Spesifikasi Teknis/Kerangka Acuan Kerja (KAK), HPS, penetapan rancangan Kontrak, analisa kesesuaiannya dengan Standar Dokumen Pengadaan yang dikeluarkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Pemerintah (LKPP) atau Standar lainnya, Pemberian Penjelasan (Aanwijzing) oleh KPA, Berita Acara hasil peninjauan lapangan, proses upload Dokumen Penawaran oleh peserta tender, proses pembukaan Dokumen Penawaran, Evaluasi Dokumen Penawaran, terhadap Administrasi, Teknis dan Harga, serta pembuktian Kualifikasi.
  2. Diperoleh kesimpulan atas kekurangan/kelemahan proses yang seharusnya dilaksanakan atau justru tidak dilaksanakan oleh PA, KPA, PPK, Pejabat Pengadaan, Pokja Pemilihan dan Calon Penyedia, sesuai materi pengaduan.

Kepala Daerah juga memfasilitasi masyarakat untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan PBJ agar tercipta transparansi dalam praktek berusaha. Bagi Peserta pemilihan yang keberatan atas penetapan hasil pemilihan dapat menyampaikan Sanggah atau Sanggah Banding, yang diatur dalam Lampiran Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia tentang Sanggah dan Sanggah Banding, sebagai berikut:

  • Sanggah disampaikan kepada Pokja Pemilihan dalam waktu 5 (lima) hari kerja setelah pengumuman (melalui aplikasi SPSE), atas kesalahan melakukan evaluasi,penyimpangan terhadap ketentuan dan prosedur Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 dan ketentuan dalam Dokumen Pemilihan, rekayasa/persekongkolan, dan/ataupenyalahgunaan wewenang oleh Pokja Pemilihan, pimpinan UKPBJ, PPK, PA/KPA, dan/atau Kepala Daerah.
  • Jawaban Sanggah diberikan Pokja Pemilihan paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah masa sanggah berakhir.
  • Jika sanggah ternyata benar/diterima, maka Pokja Pemilihan melakukan evaluasi ulang, pemasukan dokumen penawaran ulang, atau pemilihan Penyedia ulang. Namun jika ternyata salah/tidak diterima maka proses pemilihan tetap dilanjutkan.

Pada Pekerjaan Konstruksi, penyanggah dapat mengajukan Sanggah Banding kepada KPA/PA, dengan ketentuan sebagai berikut:

  • Sanggah Banding disampaikan secara tertulis kepada KPA selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja setelah jawaban sanggah dimuat dalam aplikasi SPSE dengan tembusan kepada APIP, dengan menyerahkan jaminan sanggah banding sebesar 1% dari nilai total HPS dengan masa berlaku 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal pengajuan, untuk pekerjaan konstruksi terintegrasi sebesar 1% dari nilai Pagu Anggaran.
  • Selanjutnya Pokja Pemilihan melakukan klarifikasi atas kebenaran Jaminan Sanggah Banding.
  • KPA menyampaikan jawaban Sanggah Banding dengan tembusan kepada UKPBJ paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima klarifikasi, jika tidak menjawab dianggap menerima Sanggah Banding tersebut.
  • Jika Sanggah Banding ternyata benar/diterima, Pokja Pemilihan melakukan evaluasi ulang atau pemilihan Penyedia Ulang. Namun jika ternyata salah/tidak diterima maka proses pemilihan dilanjutkan dan Jaminan Sanggah Banding dicairkan.

Sanggah Banding menghentikan proses tender, namun Sanggah Banding yang tidak disampaikan kepada KPA atau diluar masa Sanggah Banding hanya dianggap sebagai pengaduan biasa, namun tetap harus diproses.

Jika Tender/Seleksi Gagal atau terjadi penyimpangan terhadap ketentuan dan prosedur Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018, siapa yang berwenang menyatakan Tender tersebut Gagal? Mengenai hal ini diatur dalam pasal 51 dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. Setelah Prakualifikasi gagal dengan pemberian waktu perpanjangan namun tidak ada peserta yang menyampaikan dokumen kualifikasi atau jumlah peserta yang lulus prakualifikasi kurang dari 3 (tiga) peserta, selanjutnya Pokja Pemilihan segera melakukan prakualifikasi ulang, jika ada 2 (dua) peserta yang lulus proses Tender/Seleksi dilanjutkan, namun jika hanya 1 (satu) peserta yang memenuhi, dapat dilakukan Penunjukan Langsung.
  2. Tender/Seleksi gagal dalam hal: terdapat kesalahan dalam proses, tidak ada peserta yang menyampaikan dokumen penawaran setelah batas perpanjangan waktu, tidak ada peserta yang lulus evaluasi penawaran, ditemukan kesalahan dalam Dokumen Pemilihan atau yang tidak sesuai ketentuan, seluruh peserta terlibat KKN, terlibat persaingan usaha tidak sehat, penawaran harga Tender Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya di atas HPS, negosiasi biaya pada Seleksi tidak tercapai.
  3. Untuk ke-2 kondisi diatas, Pokja Pemilihan yang menyatakan tender gagal, namun jika KKN melibatkan Pokja Pemilihan/PPK, maka yang berwenang menyatakan Tender/Seleksi gagal adalah PA/KPA.

Selanjutnya Pokja Pemilihan melakukan evaluasi penawaran ulang, penyampaian penawaran ulang atau melakukan Tender/Seleksi ulang, dengan memperhatikan batasan waktu terutama pada akhir tahun anggaran atau persyaratan khusus untuk kegiatan bersumber DAK Fisik.

Ancaman sanksi atas kecurangan yang terjadi dalam proses PBJ:

  1. Terhadap Peserta pemilihan, Pemenang pemilihan yang menerima SPPBJ dan Penyedia;
  • Peserta pemilihan yang menyampaikan dokumen atau keterangan palsu/tidak benar, terindikasi melakukan persekongkolan dengan peserta lain mengatur harga penawaran, KKN dalam pemilihan Penyedia, diberikan sanksi berupa digugurkan dalam pemilihan, pencairan Jaminan Penawaran dan Sanksi Daftar Hitam selama 2 (dua) tahun; peserta yang mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan dikenakan sanksi pencairan Jaminan Penawaran dan Sanksi Daftar Hitam selama 1 (satu) tahun;
  • Pemenang pemilihan yang menerima SPPBJ namun mengundurkan diri sebelum penanda-tanganan Kontrak diberikan sanksi pencairan Jaminan Penawaran dan Sanksi Daftar Hitam selama 1 (satu) tahun;Pengenaan Sanksi Daftar Hitam ditetapkan PA/KPA atas usulan Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan.
  1. Penyedia yang tidak melaksanakan Kontrak, tidak menyelesaikan pekerjaan, atau tidak melaksanakan kewajiban dalam masa pemeliharaan, diberikan sanksi pencairan Jaminan Pelaksanaan atau Jaminan Pemeliharaan dan Sanksi Daftar Hitam selama 1 (satu) tahun; Penyedia yang menyebabkan kegagalan bangunan, menyerahkan jaminan yang tidak dapat dicairkan, melakukan kesalahan dalam perhitungan volume hasil pekerjaan berdasarkan hasil audit, menyerahkan barang/jasa yang kualitasnya tidak sesuai berdasarkan hasil audit, harus mengganti kerugian sebesar nilai yang ditimbulkan; Penyedia yang terlambat menyelesaikan pekerjaan dikenakan sanksi denda keterlambatan sebesar 1‰ (satu permil) dari nilai kontrak atau nilai bagian kontrak untuk setiap hari keterlambatan.
  2. PA/KPA/PPK/Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/PjPHP/PPHP yang lalai melakukan suatu perbuatan yang seharusnya menjadi kewajibannya, dan terbukti melanggar pakta integritas berdasarkan putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Peradilan Umum, atau Peradilan Tata Usaha Negara, dijatuhkan sanksi Hukuman Disiplin Ringan, Sedang, atau Berat, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 53 tentang Disiplin PNS.

Dari seluruh regulasi yang telah diterbitkan serta pengawasan/pembinaan yang diberikan Pemerintah di bidang PBJ, tentunya diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi bagi seluruh pejabat/PNS, termasuk Pengawas/Pemeriksa, dan dapat memberikan efek jera.

Referensi:

  1. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
  2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 tahun 2018tentang Pembentukan Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa
  3. Peraturan Lembaga kebijakan Pengadaan Barang/Jasa PemerintahNomor 9 tahun 2018 tentang Pedoman pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia
  4. Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 14 Tahun 2018 tentang Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa
  5. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan; Modul Audit pengadaan Barang/Jasa, Jakarta, 2018

ditulis oleh:

Monita, Pengawas Pemerintahan Madya dan Mirza Dewi Astuti, Auditor Muda pada Inspektorat Daerah Provinsi Sumatera Barat