PENGAWASAN SMA/SMK DI MASA TRANSISI, PASKA PENGALIHAN KEWENANGAN DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI DAN PENGGUNAAN DANA KOMITE SEKOLAH YANG RAWAN PENYIMPANGAN

Posted on 2018-01-02 10:54:31 | by : Raswan | 6188 kali dibaca | Category: Artikel


PENGAWASAN SMA/SMK DI MASA TRANSISI,

PASKA PENGALIHAN KEWENANGAN DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI DAN PENGGUNAAN DANA KOMITE SEKOLAH YANG RAWAN PENYIMPANGAN

Sebagaimana diketahui bersama, sesuai amanat Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pa da bagian Lampiran, Bagian I tentang Matriks Pembagian Urusan Pemerintahan Konkuren antara Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi, dan Daerah Kabupaten/kota, huruf A tentang Pembagi an Urusan Pemerintahan Bidang Pendidikan, Nomor 1 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Bidang Pendidikan menyebutkan bahwa kewenangan me ngelola pendidikan mene ngah (setingkat SMA) merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi, yang sebelumnya merupakan tanggungjawab Pemerin-tah Daerah Kabupaten/kota. Sedangkan Pemerintah Daerah Kabupaten/ kota hanya akan mena-ngani pendidikan dasar (SD), Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Non Formal (PNF) saja.

Penyerahan pengelola an tersebut meliputi 3 (tiga) hal, yang dikenal dengan Pengalihan Personil, Pendanaan, Sarana/ Prasarana dan Dokumen (P3D). Pelaksanaan verifikasi dilakukan oleh provinsi, yaitu pengecekan kesesuaian data yang telah dikirim pemerintah kabupaten/kota dengan kondisi riil di lapangan. Pada tanggal 2 Oktober 2016 dilaksanakan serah terima dari Pemerintah kanupaten/kota ke Provinsi dan baru efektif tmt. 1 Januari 2017 sesuai tahun anggaran. Untuk pencatatan sarana dan prasarana baru akan dicatat secara keseluruhan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Sumatera tmt. 31 Desember 2017. Pada saat ini Biro Administrasi Pengadaan dan Pengelolaan Barang Milik Daerah Setda Provinsi Sumatera Barat masih melakukan kegiatan untuk memperoleh nilai aset yang valid dan akuntabel dari setiap OPD, Rekonsiliasi P2D (selain SDM) terhadap SMA/SMK Negeri, melalui Kegiatan Rekonsiliasi dan Inventarisasi Aset OPD Tahun 2017.

Dari aspek sarana prasarana, terjadi pelimpahan sarana dan prasarana dari sekolah SMA/SMK Negeri di Kabupaten/kota menjadi sarana dan prasarana Provinsi, yang didukung dengan adanya bukti-bukti/dokumentasi kepemilikan yang jelas seperti: sertifikat, Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Berita Acara Serah Terima atau Surat Perjanjian Pemanfa-atan/Kerja Sama Operasio nal atas Barang Milik Daerah. Dari aspek personil/SDM maka seluruh guru dan tenaga pendidik pada jenjang SMA/SMK Negeri pada saat ini telah berada dibawah tanggung jawab Pemerintah Provinsi, termasuk status ke pegawaian, proses sertifikasi hingga pengelolaan Tunjangan Pokok Pendidik (TPP).

Data terakhir dari Dinas Pendidikan Provin si Sumatera Barat per 31 Oktober 2017, jumlah SMA, SMK dan SLB di Provinsi Sumatera Barat sebanyak 664 buah yaitu:

  • SMA Negeri: 229
  • SMA Swasta:92
  • SMK Negeri: 105
  • SMK Swasta:99
  • SLB Negeri:30
  • SLB Swasta: 109

sehingga total jumlah SMA/SMK Negeri yang berada dibawah pengawasan Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat adalah sebanyak 364 buah sekolah.

Sedangkan data tenaga dan kependidikan Pega wai Negeri Sipil (PNS) pada Dapodik Tahun 2017 sebagai berikut:

  • Guru            : 12.560 orang
  • Pegawai TU  : 1.049 orang
  • Pustakawan  :      53 orang
  • Laboran        :      30 orang
  • Pengawas     :    238 orang

         Jumlah           :13.930 orang

Mengingat masih kurangnya ketersediaan tenaga guru PNS, ditambah lagi dengan banyaknya guru yang pensiun di Sumatera Barat setiap tahunnya, selama Bulan Januari hingga Agustus 2017 mencapai 500 orang guru. Hal ini menyebabkan pihak sekolah masih sangat membutuhkan guru Non PNS/Honorer/Guru Tidak Tetap (GTT)/ Pegawai Tidak Tetap (PTT), yang pembiayaannya dilakukan dari sumber-sumber lain, salah satunya berasal dari Dana Komite Sekolah.

Kekurangan jumlah guru diatas semakin terasa paska pengalihan kewenangan pengelolaan guru SMA/SMK Negeri kepada provinsi, yang sebelum nya dikelola oleh masing-masing kabupaten/kota. Selain itu semakin beratnya tugas yang diemban oleh Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat, dalam segi penganggaran, pembinaan dan pengawasan, yang menyebabkan belum optimalnya tugas untuk melakukan penataan dan pemerataan tenaga pengajar.

Dengan peralihan ke wenangan SMA/SMK Ne geri ke provinsi telah menyebabkan tersedotnya anggaran APBD yang cukup besar untuk membia-yai GTT. Sedangkan gaji untuk PTT atau guru honorer yang selama ini dibiayai melalui Komite Sekolah, tetap dibiayai oleh masing-masing seko lah sesuai Peraturan Kepala BKN Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengalihan Personil Pendidikan Menengah dari Kabupaten/kota ke Provinsi, serta pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Ho norer, yang menyatakan bahwa sejak ditetapkannya Peraturan Pemerin tah tersebut, semua Pejabat Pembina Kepegawaian dan pejabat lain di lingkungan instansi, dilarang mengangkat tenaga honorer atau tenaga sejenis, kecuali ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (dilarang membiayainya dengan APBD).

Sesuai data yang diperoleh dari Dinas Pendidikan Provinsi Suma tera Barat hingga saat ini belum melakukan pengangkatan tenaga honorer. Pembayaran terhadap GTT dan PTT dilakukan dalam bentuk Belanja Barang dan Jasa dengan rekening Jasa Pelaksanaan Pembelajaran dan Jasa Peningkatan Layanan Administrasi Perkantoran, dan hanya untuk nama-nama yang telah ditetapkan dengan SK Kepala Daerah dan dibayarkan oleh APBD kabupaten/ kota sebelum pengalihan kewenangan.

Untuk menutupi kekurangan jumlah tenaga guru, maka bagi sekolah yang masih memanfaatkan Tenaga Honorer, diluar GTT dan PTT yang selama ini dibayarkan melalui APBD kabupaten/kota, di biayai sekolah dari sumber-sumber lain.

Berdasarkan penelitian lebih lanjut diketahui bahwa dana yang masuk ke masing-masing SMA/ SMK Negeri di Provinsi Sumatera Barat ada 3 (tiga) jenis, yaitu:

  1. Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bersumber dari dana pusat. Jumlahnya sesuai dengan ketentuan dari pusat, sebesar Rp.1.400.000,- per peserta didik dalam setahun, pada Tahun Anggaran 2017 disalurkan melalui APBD Dinas Pendidikan Provinsi Suma tera Barat dan dikukuhkan penetapannya dengan SK Gubernur Nomor 420-201-2017 tentang Penetapan Alokasi dan Sekolah Penerima BOS Tingkat SD, SLB, SMP, SMA LB, SMA, SMA LB, SMK dan SLB di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2017.

Untuk penetapan sekolah diatas berdasarkan pengambilan data (cut off) Dapodik per tanggal 15 Desember 2016.

Pembayaran Triwulan II berdasarkan cut off  Dapodik per tanggal 30 Januari 2017, Triwulan III berdasarkan cut off  Dapodik per tanggal 30 April 2017 dan Triwulan IV berdasarkan cut off  Dapodik per tanggal 30 Oktober 2017.

2. Dana Biaya Operasional Sekolah (BOP) dari APBD Dinas Pendidikan Provinsi Suma tera Barat melalui Kegia tan Biaya Pengelolaan Sekolah Program Peningkatan Akses, Perluasan dan Mutu Pendidikan SMA.

3.Dana Komite Sekolah dari penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya.

Penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya tersebut harus dalam bentuk bantuan dan/atau sumbangan, yang pelaksanaannya di atur lebih rinci di dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah. 

Ke-3 sumber dana tersebut diatas memiliki fungsi anggaran yang berbeda-beda. Alokasi dari dana BOS dan BOP hanya diperuntukan untuk kegiatan yang sangat mendesak dan penting. Dana BOS dimanfaatkan untuk kebutuhan operasional sekolah dalam bentuk Belanja Barang dan Jasa. BOP diprioritaskan untuk Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa. Sedangkan Dana Komite Sekolah dimaksudkan untuk menutupi kekurangan biaya operasional guna mendukung proses belajar mengajar di sekolah, yang pembebanannya ke pada peserta didik dise suaikan dengan kemam puan orang tua, dengan sistim gotong royong/ subsidi silang, bagi orang tua peserta didik yang mampu akan membantu pembiayaan bagi yang kurang mampu, yang besarannya ditetapkan melalui rapat Komite, sedangkan pihak sekolah hanya memfasilitasi berlangsung kegiatan rapat Komite tersebut, serta mengajukan jumlah pembiayaan Rencana Anggaran Biaya (RAB) sesuai kebutuhan riil. Jika kegiatan dianggap penting namun tidak mendesak, dapat diformulasikan dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS), lewat dana Komite Sekolah, dan disampaikan secara transparan oleh sekolah serta dijelaskan kepada orang tua peserta didik sewaktu rapat Komite.

Dengan menganalisa ketersediaan biaya pendidikan dari ke-3 sumber pendanaan diatas, dalam 1 (satu) tahun ajaran, jika dengan asumsi biaya pendidikan setingkat SMA /SMK + Rp.3.000.000,- hingga Rp.4.000.000,- per peserta didik (biaya pendidikan SMK lebih besar karena ada prak tikum), sementara bantuan pemerintah dari Dana BOS sebesar Rp.1.400.000,- per peserta didik dalam setahun, dan dana BOP dari Pemerintah Provinsi + Rp.100.000.000,- s.d Rp.200.000.000,- per sekolah dalam setahun, masih terdapat kekurangan pembiayaan lk. Rp.600.000,- s.d Rp.1.600.000,- per orang dalam setahun, jika tidak ada sumber pembiayaan lain tentu akan berpengaruh pada proses belajar mengajar di sekolah. Sepanjang biaya investasi dan operasional belum terpenuhi oleh pemerintah, pihak sekolah  masih akan terus menarik iuran Sumbangan Pembi naan Pendidikan (SPP).

Belum lagi anggaran untuk pembayaran gaji guru-guru dan pegawai SMA/SMK Negeri yang tidak kurang dari Rp.1,4 triliun, sedangkan kenaikan Dana Alokasi Umum (DAU) hanya + Rp.700 M, menyebabkan Pemerintah Provinsi masih kekurangan anggaran sebesar + Rp.700 M lagi. Bagi sekolah-sekolah yang lokasinya jauh di pelosok desa/nagari, hanya ½ (setengah) dari jumlah guru yang ada yang ber status sebagai PNS, umumnya adalah tenaga honorer, untuk mendu kung kelancaran proses belajar mengajar di sekolah. Lalu bagi ke-2 SMA boarding school dibawah naungan Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat yang peserta didiknya harus tinggal di asrama, butuh biaya makan-minum dan pengawasan full day dari Pembina asrama, tenaga kesehatan, tenaga security tenaga cleaning service dan biaya-biaya lainnya, yang tidak tercover dengan anggaran Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat, peserta didik masih dikenakan biaya sebesar + Rp.1.000.000,- per peserta didik per bulan.

Dalam implementasinya, sebagai pedoman dalam menggunakan dana BOS bagi masing-masing seko lah telah tersedia Petunjuk Pelaksanaan yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan setiap tahunnya, pada Tahun 2017 dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 8 Tahun 2017 tentang  Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah,  dan adanya Surat Edaran Nomor 903/1043/SJ tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah Satuan Pendidikan Menengah Negeri dan Satuan Pendidikan Khusus Negeri yang diselenggarakan Pemerintah Provinsi pada APBD.

Besaran dan jumlah dana BOS ditetapkan sesuai dengan data jumlah peserta didik di tiap seko lah dari Tim Dapodik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, oleh Tim BOS Provinsi yang selanjutnya digunakan dalam perhitungan alokasi BOS tiap sekolah. Cut off data merujuk kepada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 8 Tahun 2017 ten tang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah.

Sedangkan untuk penyaluran BOS secara triwulanan perhitungan alokasi tiap sekolah juga diatur:

  1. Semester I
  • Perhitungan alokasi sementara tiap sekolah menggunakan data jumlah peserta didik hasil pengambilan Dapodik per tang gal 15 Desember, dan disesuaikan de ngan ketentuan/kebi jakan perhitungan alokasi sekolah yang berlaku.
  • Perhitungan alokasi final didasarkan pada alokasi final tiap triwulan. Alokasi final triwulan I dengan membandingkan data jumlah peserta didik masing-masing sekolah hasil pengambilan Dapodik per tanggal 15 Desember dan 30 Januari. Sedangkan alokasi final triwulan II dengan membandingkan data jumlah peserta didik masing-masing sekolah hasil cut off per tanggal 30 Januari dan 30 April.

Apabila terdapat perbedaan yang signifikan, maka Tim BOS Provin si melakukan verifikasi ke sekolah.

     2. Semester II

  • Perhitungan alokasi smentara tiap seko lah menggunakan data jumlah peserta didik hasil pengambilan Dapodik per tang gal 30 April, dan disesuaikan dengan ketentuan/kebijakan perhitungan alokasi sekolah yang berlaku.
  • Perhitungan alokasi final didasarkan pada alokasi final tiap triwulan. Alokasi final triwulan III dengan membandingkan data jum lah peserta didik masing-masing sekolah hasil pengambilan Dapodik per tanggal 30 April dan 30 Oktober. Sedangkan alokasi final triwulan IV dengan membandingkan data jumlah peserta didik masing-masing sekolah hasil pengambilan Dapodik per tanggal 21 September dan 30 Oktober.
  • Apabila terdapat perbedaan yang signifikan, maka Tim BOS Provinsi dapat melakukan verifikasi ke sekolah.

Jika terjadi perbedaan yang signifikan antara data yang sudah diinput oleh sekolah dengan data hasil pengambilan Dapodik, maka sekolah dapat melakukan klarifikasi kepada pengelola Dapodik.

Berdasarkan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) Dana BOS, maka Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Suma tera Barat akan menyusun Rencana Kerja dan Anggaran OPD (RKA-OPD), yang memuat rencana belanja Dana BOS pada Kelompok Belanja Langsung, Prog ram Dana BOS, Kegiatan Dana BOS, yang diuraikan ke dalam Jenis belanja:

  • jenis: Belanja Pegawai, objek: Belanja Pegawai Bos, dan rincian objek: Belanja Pegawai BOS;
  • Belanja Barang dan Jasa BOS;
  • jenis Belanja Modal, yang dirinci ke dalam:
  1. Belanja Modal Peralatan dan Mesin BOS; dan
  2. Belanja Modal Aset Tetap Lainnya BOS.

Untuk penggunaan dana BOP, sebagai pedoman dalam menggunakannya bagi masing-masing seko lah, saat ini Dinas Pendidikan Provinsi belum menyiapkan Petunjuk Pelaksanaan khusus, namun untuk membantu pelak sana kegiatan pencairan dana BOP sudah ada Standar Operasional Prosedur (SOP) Pengelolaan Dana APBD Khusus Sekolah Tahun 2017. Demikian juga telah dilakukan Bimtek Pengelolaan Keuangan, monitoring dan evaluasi kegiatan, dan melaksanakan pela yanan untuk berkonsultasi secara langsung atau dengan memanfaatkan media elektronik (Whats App Messenger).

Bagaimana dengan penggunaan dana Komite Sekolah di SMA/SMK Negeri di Provinsi Sumatera Barat dan kebijakan pembentukannya?

Mengenai pembentukan Komite Sekolah, Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat belum membuat regulasi yang mengatur tentang penarikan atau sumbangan dari wali murid, saat ini masih diserahkan pada kebijakan masing-masing sekolah dengan mempedomani aturan yang ada yaitu: Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, antara lain:

  • prosedur pemilihan dan penetapan keanggotaan;
  • kewajiban yang harus dipenuhi sekolah dalam menjalankan pengelolaan dana, termasuk membuat Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah tangga (ART), Rencana Kegiatan Anggaran Sekolah (RKAS);
  • kriteria pembiayaan yang dibolehkan dengan menggunakan dana hasil penggalangan; dan
  • Laporan semesteran pemakaian dana secara transparan;

Hal yang terjadi pada beberapa daerah, justru belakangan ini banyak sekolah yang enggan serta ragu-ragu dalam melaksanakan kegiatan jika harus meminta uang tambahan kepada orang tua peserta didik, berhubung dengan telah adanya kejadian pemanggilan terhadap Kepala Sekolah/Guru-guru oleh Tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) dan ancaman sanksi pidana yang akan dijatuhkan. Walaupun uang tersebut dimanfaatkan untuk pengadaan buku pelajaran, pakaian seragam, uang pendaftaran ujian masuk sekolah dan hal-hal untuk kepentingan sekolah namun dianggap telah terjadi ketidaksesuaian atau pelanggaran, sehing ga Kepala Sekolah yang harus bertanggungjawab.

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan pasal 47, pasal 48, pasal 51 dan pasal 52 menyebutkan bahwa dibenarkan untuk melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/wali untuk mendanai beberapa kegiatan sekolah baik biaya investasi selain lahan, biaya personalia dan biaya non personalia, sebagian biaya investasi pendidikan dan/atau seba gian biaya operasi pendi dikan tambahan, namun harus dilaksanakan sesu ai aturan. Antara lain:

  • Berdasarkan perenca naan investasi dan/ atau operasi yang jelas dalam rencana strategis, rencana kerja tahunan, serta anggaran tahunan yang mengacu pada Stan-dar Nasional Pendidikan;
  • dana disimpan dalam rekening atas nama satuan pendidikan dan dibukukan secara terpisah;
  • tidak dipungut dari peserta didik atau orang tua/walinya yang tidak mampu dengan menerapkan sistem subsidi silang;
  • tidak dikaitkan dengan persyaratan penerimaan peserta didik, penilaian hasil belajar dan/atau kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan;
  • sekurang-kurangnya 20% dari total dana di gunakan untuk peningkatan mutu pendidi kan, bukan untuk anggota komite;
  • dipertanggungjawabkan secara transparan kepada orang tua/wali peserta didik, dan penyelenggara satuan pendidikan; dan di audit.

Sehingga Pihak sekolah harus menjelaskan kepada orangtua siswa kegia tan-kegiatan dan dana yang dibutuhkan, dituangkan dalam RKAS, termasuk penyandingan anggaran melalui dana BOS dan BOP APBD agar tidak terjadi tumpang tindih. Dilakukan seleksi dan prioritas kegiatan yang akan dilaksanakan, barulah kekurangan biaya dimintakan dari sumbangan dana komite, jika disetujui. Jika tidak disetujui tentu tidak boleh dilaksanakan, seperti: kegiatan studi banding yang dilaksanakan oleh Kepala Sekolah/Guru-guru ke luar provinsi bahkan ke luar negeri, apakah memang diperlukan dan akan berdampak terhadap kemampuan peserta didik nantinya.

Selain itu dalam pasal 181 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, melarang pendidik dan tenaga kependidikan melakukan pungutan secara langsung maupun tidak langsung, seperti: menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam, memungut biaya untuk bimbingan belajar atau les.

Adapun poin-poin penting yang mengatur secara jelas pembentukan Komite Sekolah dan penggalangan dana yang di bolehkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, diatur pada pasal 6, 7, 10, 11 12 dan 13. Antara lain:

  1. Anggota Komite Seko lah dipilih secara akuntabel dan demokratis melalui rapat orangtua/wali siswa.
  2. Harus menyusun Ang garan Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART).
  3. Melakukan penggalangan dana dalam memberikan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidi kan, berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan, dan dibukukan pada reke ning bersama antara Komite Sekolah dan Sekolah. 
  4. Pembiayaannya untuk kebutuhan administrasi/alat tulis kantor, konsumsi rapat pengurus, transportasi dalam rangka melaksana kan tugas dan/ atau kegiatan lain yang disepakati ber sama.

Hasil pemantauan ke lapangan dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru-guru/pihak sekolah sewaktu melakukan pengawasan ke kabupaten/ kota, antara lain:

  1. Masih banyak keanggotaan Komite Sekolah yang berasal dari unsur guru-guru di sekolah, dari Dinas Pendidikan kabupaten/ kota, dari pemerintah desa, anggota DPRD, bahkan ditemui pada salah satu sekolah yang Ketua Komitenya membuatkan Surat Kuasa kepada Kepala Sekolah dan Bendaharawan Penerima Sekolah/ Guru di sekolah untuk menggantikan tugas Komite sehari-hari di sekolah.
  2. Masih banyak sekolah belum membentuk ke anggotaan sesuai ketentuan baru, yaitu , pada umumnya masih keanggotaan berdasarkan pola lama bahkan ada yang belum melakukan penggantian keanggotaan setelah lebih dari 7 (tujuh) tahun.
  3. Rapat Komite hanya terlaksana di awal tahun saja, penetapan dan pengambilan keputusan tentang besarnya pungutan sering tidak dihadiri oleh anggota dan orang tua peserta didik secara lengkap, atau belum dilengkapi dengan dokumen pendukung pelaksanaan kegiatan seperti daftar hadir danNotulen Hasil Rapat;
  4. Masih banyak sekolah yang belum membuat dan menetapkan AD dan ART, terutama mengenai keuangan, sebagai landasan untuk melaksanakan kegi atan dan pembiayaan kegiatan di sekolah;
  5. Masih banyak komite sekolah yang belum membuat proposal yang diketahui oleh Sekolah sebelum mela kukan penggalangan dana;
  6. Masih banyak sekolah yang belum membuat Laporan Pertanggungjawaban penggunaan dana;
  7. Masih banyak sekolah yang tidak menjelaskan alokasi dana BOS dan APBD di dalam Rencana Kegiatan Ang garan Sekolah (RKAS) secara transparan.
  8. Masih banyak sekolah yang meminta iuran/ memungut dalam berbagai ben tuk dan urusan, seperti: adanya Uang Insidentil/Uang Pemba ngunan/Uang Pangkal, Biaya praktek/magang bagi SMK Negeri, uang untuk mengikuti ujian akhir sekolah, penga daan mobil dari dana Komite Sekolah pada Tahun 2016 s.d 2017, melakukan renovasi bangunan dan untuk pengadaan keperluan sekolah lainnya.
  9. Pada salah satu SMA Negeri di Kabupaten Solok diketahui bahwa guru-guru sekolah me nyumbang untuk membelikan pakaian seragam dan peralatan mengajar dari uang tunjangan sertifikasi mereka, karena kekurangan jumlah peserta didik, demi menarik minat peserta didik bersekolah di sana.
  10. Belum ada kepastian penerimaan gaji, tunjangan daerah

Sedangkan permasalahan bidang sarana dan prasarana di sekolah yang ditemui sebagai berikut:

  1. Sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah belum lengkap dan mencukupi, termasuk jumlah komputer.

Mencermati maksud Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebu dayaan Nomor 1 Ta hun 2017 tentang Pe laksanaan Ujian Nasional Tahun 2016/ 2017, maka Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah kabupa ten/kota diharapkan dapat membantu pengadaan komputer, dan menghentikan penggalangan dana berbentuk pungutan untuk membantu pe laksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK).

2. Belum sinkronnya pencatatan barang milik daerah antara data di lapangan yang dilaporkan kabupaten/kota dengan data Biro AP2BMD Setda Provinsi.

3. Adanya pertambahan barang milik daerah yang belum tercatat setelah pendataan oleh Biro AP2BMD Tahun 2016, penga daan barang milik daerah bersumber dari dana lain, seperti: pembangunan mushol la dari sumbangan infak/sedekah/dana umat, usaha-usaha yang uangnya berasal dari Koperasi Pegawai Sekolah.

4. Belum dilaporkannya usaha-usaha di sekolah sebagai target PAD dan belum termasuk inventarisasi oleh Bidang Retribusi Badan Keuangan Daerah, se perti: adanya buffet/ kafe, foto copy, mini market, usaha-usaha lain di sekolah.

5. Belum lengkapnya bukti kepemilikan barang milik daerah berupa tanah, gedung dan bangunan, sehingga belum bisa dimasukkan pencatatannya ke dalam Laporan Keuangan pemerintah provinsi.

Terkait dengan penanganan aset/barang milik daerah di masing-masing sekolah oleh Pemerintah Provinsi, baik yang dilaku kan oleh Pengelola Aset di Dinas Pendidikan Provinsi dan dari Biro AP2BMD, telah berusaha menyele saikan permasalahan yang timbul dan melayani pertanyaan Pengurus Barang Pembantu di masing-masing sekolah, baik dengan cara berkonsultasi langsung atau tidak langsung, sewaktu kunjungan Tim dari Biro AP2BMD ke masing-masing sekolah atau pemanggilan untuk menghadiri Kegiatan Rekonsi liasi P2D di provinsi. Sedangkan untuk kegiatan Bimtek memang belum pernah dilaksanakan mengingat jumlah sekolah yang sangat banyak.

Permasalahan umum yang ditemui paska pengalihan kewenangan SMA/ SMK Negeri dari kabupaten/kota ke provinsi:

  • Meningkatnya beban anggaran pada peme rintah provinsi.
  • Jika tidak didukung dengan anggaran yang memadai akan sulit memaksimalkan proses belajar mengajar.
  • Untuk pembiayaan-pembiayaan yang belum ter-cover dengan dana pusat dan APBD Provinsi akan menyebabkan bertumpunya penganggaran pada dana Komite Sekolah.
  • Penggunaan dana ko mite sekolah yang tidak transparan menjadi rawan untuk terja dinya penyimpangan.
  • Banyaknya terjadi du gaan kasus pungutan liar.
  • Meningkatnya jumlah SDM yang harus dikelola oleh OPD Provinsi terkait dengan SMA/ SMK Negeri, seperti: BKD, Badan Keuangan Daerah, Bappeda, Inspektorat, Biro Organi sasi dan OPD lainnya.
  • Naiknya angka putus sekolah karena belum semua daerah melak sanakan kebijakan wajib belajar selama 12 tahun, sedangkan orangtua peserta didik masih banyak yang kurang mampu. Bagi kabupaten/kota yang belum Wajib Belajar 12 tahun, masih dapat mempedomani Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008.
  • Masih ada sekolah yang belum membuat dan menetapkan krite ria serta tata cara pembebasan iuran komite bagi siswa miskin secara jelas dan transparan.
  • Banyaknya tenaga didik yang belum menerima haknya beru pa gaji dan tunjangan karena belum ditetap kannya SK Gubernur pengganti SK Kepala Daerah kabupaten/ kota dan belum jelasnya kepastian tunja ngan daerah.
  • Masih ada rekruitmen tenaga pendidik oleh Kepala Sekolah dise babkan karena kekurangan guru honorer, namun statusnya tanpa SK dari Kepala Daerah kabupaten/kota, sehingga tidak dapat mengantongi SK dari Pemerintah Provinsi.

Untuk beberapa kejadian yang dilaporkan masyarakat bahwa telah terjadi pungutan liar (pungli) di beberapa sekolah di kabupaten/kota Provinsi Sumatera Barat, belum memahami dengan cermat mak sud dari Peraturan Men teri Pendidikan dan Kebu dayaan Nomor 75 Tahun 2017, pasal 10, 11 dan 12, yang melarang seko lah melakukan pungu tan dalam bentuk apapun pada orang tua murid, kecuali atas sukarela. Hanya dibolehkan dalam bentuk penggalangan dana dalam bentuk sumbangan, dan bukan pungutan.

Sebenarnya perbedaan antara pungutan dan sumbangan sangat kecil. Yang dimaksud dengan pungutan ini adalah penarikan uang oleh pihak sekolah kepada peserta didik yang sifatnya mengikat, dengan jumlah dan jangka waktu pemungutan yang ditentukan. Walaupun mengunakan istilah sumbangan, pihak Sekolah juga tidak bisa lalai dalam pengelolaan nya. Sumbangan yang berlaku, selain tidak wajib, juga tidak dalam waktu bersamaan, tidak ditentukan jumlah atau besarannya, dan bukan dalam bentuk uang saja. Tapi juga bisa dalam bentuk barang/jasa seperti: untuk pengadaan laboratorium di sekolah memerlukan bahan-bahan material dan upah dalam pembangunnya, dalam pe ngisian kelengkapan laboratorium memerlukan peralatan dan perlengkapan bahan habis pakai reagensia laboratorium.

Dari pihak orang tua peserta didik sendiri terkadang ada rasa terpaksa menerima saja seluruh keputusan yang ditetapkan oleh pihak sekolah, untuk menghindari bermasalahnya anak nanti di sekolah dengan guru-guru atau Kepala sekolah, sehingga suka atau tidak suka terhadap keputusan yang dimintakan pendapat kepadanya, ikut menyetujui saja.

Dari data dan fakta yang terjadi di lapangan, diharapkan agar masyarat lebih cerdas meneliti dan menyikapi permasalahan dalam pembangunan pendidikan dan tetap terus mengawasi serta melaporkan jika terjadi penyimpangan dalam pengelolaan dana Komite Sekolah ke Ombudsman RI Suma tera Barat atau ke layanan Saber Pungli di masing-masing daerah setempat.

 

By : Monita

P2 Madya pada Inspektorat Daerah

Provinsi Sumatera Barat