PENTINGNYA PENYELENGGARAAN KEARSIPAN PADA UNIT KEARSIPAN SKPD DAN PENGAWASAN KEARSIPAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI

Posted on 2018-01-02 10:09:09 | by : Raswan | 50635 kali dibaca | Category: Artikel


Arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintah daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi kemasyarakatan dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Arsip adalah aset yang sangat berharga, warisan nasional dari generasi ke generasi yang perlu dipelihara dan dilestarikan. Bahkan tingkat keberadaban suatu bangsa dapat dilihat dari pemeliharaan dan pelestarian terhadap arsipnya. Untuk itu arsip perlu dikelola dengan baik dalam sebuah kerangka sistem yang benar.

Sistem kearsipan harus mencakup semua sub sistem dalam manajemen kearsipan. Manajemen kearsipan dimaknai sebagai pelaksanaan fungsi-fungsi manajeman di dalam rangka mengelola keseluruhan daur hidup arsip, mulai dari proses penciptaan, pendistribusian, penggunaan, penyimpanan arsip aktif, pemindahan arsip, penyimpanan arsip inaktif, pemusnahan, dan penyimpanan arsip permanen (Wallace, 1992:2-8). Sedangkan sistem merupakan sekelompok kegiatan yang saling berkaitan yang secara bersama-sama berusaha mencapai tujuan (Ricks, 1992: 12). Sedangkan Sistem Kearsipan itu sendiri adalah rangkaian sub sistem dalam manajemen kearsipan yang bekerja sama untuk mencapai tujuan agar arsip tertata dalam unit-unit informasi siap pakai untuk kepentingan operasional, dengan azaz informasi yang tepat digunakan oleh orang yang tepat, untuk kepentingan tepat, pada waktu yang tepat, dengan biaya serendah mungkin.

Sub sistem dalam sistem kearsipan mencakup Tata Naskah Dinas (form management), pengurusan surat (Correspondence management), penataan berkas (files management), tata kearsipan dinamis (records management), dan tata kearsipan statis (archives management).

Pengelolaan arsip yang baik sangat diperlukan untuk menunjang kegiatan administrasi yang lebih lancar, termasuk pendataan. Begitu banyaknya permasalahan yang terjadi di lingkungan pemerintah daerah, di provinsi maupun kabupaten/kota karena lemahnya penanganan bidang kearsipan, antara lain:

  1. Tidak sinkronnya data yang dihasilkan suatu kantor dengan kantor lainnya, perbedaan data antara suatu bidang dengan bidang yang lain.

Misalnya: data pada profil Dinas/Instansi dengan Badan Pusat Statistik, data Bagian Program dengan Bagian Perencanaan/penelitian atau data yang dihasilkan oleh pihak eksternal di luar kantor (LSM atau kegiatan penelitian mahasiswa).

  1. Hilangnya beberapa arsip milik Negara.

Misalnya: Bukti kepemilikan penyertaan Modal Investasi.

  1. Aset Negara yang berpolemik karena tidak didukung kepemilikan arsip.

Seperti: tidak ditemukannya sertifikat tanah, gedung dan bangunan, tidak adanya Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor Dinas/Instansi, tidak adanya Berita Acara Serah Terima Barang Milik Daerah, Surat Pinjam Pakai Aset Gedung dan Bangunan atau Kendaraan Bermotor, atau pemindah tanganan aset tanah dan bangunan lainnya tanpa bukti-bukti pendukung serta pemanfaatan Barang Milik Daerah lainnya.

  1. Sulitnya menemukan kembali arsip dengan cepat pada saat dibutuhkan;

Misal: sewaktu butuh bahan referensi rapat, dalam pengambilan keputusan atau kebijakan dari keputusan/kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya.

  1. Penumpukan arsip disembarangan tempat; dan
  2. Pengelolaan arsip yang tidak sesuai kaidah-kaidah kearsipan.

Dalam kasus ketidak-akuratan data yang dihasillkan suatu kantor dalam beberapa kasus bisa disebabkan karena laporan yang disampaikan hanya untuk pemenuhan persyaratan setelah selesai melaksanakan kegiatan, tentunya diatas kertas data/angka bisa disetting agar terlihat pencapaian target kinerja yang bagus dengan trend yang semakin meningkat, atau kegiatan telah terlaksana tanpa kendala sewaktu melaksanakannya. Hal ini akan berakibat fatal jika menjadi indikator keberhasilan kinerja, karena target dan capaian sesuai indikator yang ditetapkan pasti akan dievaluasi dalam periode 5 tahunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Kesalahan penempatan angka/data akan menyebabkan penilaian untuk poin hasil evaluasi kinerja yang lebih baik menjadi tidak bernilai atau nol. Pada kasus Aset Negara yang berpolemik karena tidak didukung kepemilikan arsip, untuk bisa dicatat sebagai kekayaan daerah tentunya hanya terhadap aset-aset yang sudah memiliki bukti kelengkapan administrasi berupa sertifikat yang sah dan berita acara serah terima kepemilikan. Terhadap aset-aset yang belum memiliki bukti kelengkapan administrasi berupa sertifikat yang sah, agar secepatnya diselesaikan untuk dapat diterbitkan sertifikat oleh pejabat yang berwenang.

Kasus terbanyak dan menjadi potret pada hampir seluruh instansi pemerintah adalah penumpukan arsip disembarangan tempat. Dari hari ke hari, bulan ke bulan hingga menjadi tahun, masing-masing unit akan menghasilkan arsip dari seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan. Baik itu kertas kerja, persuratan, laporan, buku, peta, brosur, leaflet dan output kegiatan lainnya. Dan karena sesuai persyaratan pencairan anggaran membutuhkan laporan dan dokumen pendukung dalam beberapa rangkap sehingga jumlah arsip yang dihasilkan pun semakin banyak, ditambah pula dengan cetak dan penggandaan untuk didistribusikan. Jika perencanaan jumlah yang dicetak kurang cermat dan akurat, dan rencana jumlah yang akan didistribusikan tidak sesuai atau tidak jadi didistribusikan, serta kasus pada buku/data yang dihasilkan hanya untuk dipakai hanya sementara waktu saja, hal ini akan menyebabkan penumpukan arsip. Hal ini akan sangat menggangu pelaksanaan tugas, apalagi dengan tidak tersedianya gudang penyimpanan. Arsip dan dokumen menumpuk di antara meja kerja, sekat, teras atau lorong-lorong ruangan, yang sangat mengganggu pemandangan dan pelayanan kerja suatu instansi. Hal ini tidak mencerminkan wibawa aparatur dalam memberikan pelayanan publik kepada tamu-tamu yang berkunjung ke kantor.

Fakta di lapangan secara umum, terlihat bahwa pengelolaan arsip sering diabaikan, dipandang sebelah mata atau kurang penting diantara aktivitas-aktivitas program/kegiatan lainnya. Buruknya kondisi pengelolaan arsip di sebagian besar instansi pemerintah dengan alasan yang dikemukakan antara lain:

  • kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) bidang kearsipan baik tenaga fungsional ataupun SDM yang dilatih;
  • kurangnya minat Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk menjadi pengelola kearsipan;
  • terbatasnya sarana dan prasarana;
  • anggaran untuk bidang kearsipan bukan program prioritas instansi; dan
  • insentif SDM pengelola kearsipan tidak ada atau tidak seimbang dengan beban kerja yang harus dilaksanakan, bahkan sering terjadi anggaran yang tersedia malah diberikan kepada yang tidak berhak.

Padahal bidang kearsipan ini paling vital dalam kerangka kerja suatu administrasi. Salah satu indikator tata kelola pemerintahan yang baik ditentukan dengan tata kelola pengarsipan yang baik pula. Ketika Pimpinan butuh pelayanan arsip yang cepat, hambatan dalam pelayanan akan berdampak pada image yang tidak baik terhadap suatu instansi. Tertib administrasi yang diharapkan hanya akan menjadi slogan semata jika tidak dimulai dari tertib kearsipannya. Sesuai istilah anak mudanya, hari gini, ketika kecanggihan teknologi sudah tersedia dimana-mana, dengan dukungan Teknologi Informasi seharusnya seluruh komponen dan unit organisasi di seluruh level menyadari pentingnya arsip dan harus melaksanakannya, karena merupakan tuntutan mutlak organisasi yang harus diwujudkan, dalam bentuk tata kelola kearsipan modern sesuai Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.

Proses/pelaksanaan kearsipan yang sudah dilaksanakan selama ini antara lain:

  1. Menggunakan lembar proses verbal, konsep penyelesaian naskah sesuai tahapan penyempurnaan, konsep final (net consept atau final draft), pertinggal dan naskah terkait.
  2. Sistem agenda yaitu surat masuk dan surat keluar dicatat/diregistrasikan secara urut dalam buku agenda dan pemberkasan didasarkan pada nomor urut yang terdapat dalam buku agenda tersebut.
  3. Sistem Kearsipan Dinamis, yaitu surat masuk dan surat keluar dicatat pada kartu korespondensi sesuai klasifikasi dan pemberkasannya sesuai dengan yang tercatat pada kartu korespondensi tersebut.

Sarana-sarana yang digunakan antara lain: klasifikasi, kartu korespondensi, buku indeks nama, buku register otoritet.

  1. Sistem Tata Naskah, yaitu sistem administrasi dalam memelihara dan menyusun data-data dari semua tulisan mengenai segi­-segi tertentu dari suatu persoalan pokok secara kronologis dalam sebuah berkas.
  2. Sistem kearsipan pola baru/Sistem Kartu Kendali, yaitu suatu sistem kearsipan yang merupakan 1 (satu) kesatuan meliputi: pengurusan surat dengan lembar pengantar/lembar disposisi, pola klasifikasi dengan kode, indeks, tunjuk silang, penataan berkas, penemuan kembali arsip, dan penyusutan arsip.

 

Dalam penyelenggaraan kearsipan tidak ada pembedaan dengan yang sudah dilaksanakan sejak dulu, hal yang baru pada sistem kartu kendali adalah:

  1. adanya perbedaan perlakuan terhadap surat penting dan tidak penting.
  2. pemberkasan harus didasarkan pada filing plan.
  3. adanya sub sistem penyusutan arsip.

Arsip Dinamis itu sendiri adalah arsip yang digunakan secara langsung dalam kegiatan pencipta arsip dan disimpan selama jangka waktu tertentu. Sedangkan Arsip Statis adalah arsip yang dihasilkan oleh pencipta arsip karena memiliki nilai guna kesejarahan, telah habis masa retensinya, dan berketerangan dipermanenkan yang telah diverifikasi baik secara langsung maupun tidak langsung oleh lembaga kearsipan.

Sesuai Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 71 Tahun 2016 tentang Jadwal Retensi Arsip Urusan Perpustakaan dan Kearsipan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, definisi Retensi Arsip adalah:

jangka waktu penyimpanan yang wajib dilakukan terhadap suatu jenis arsip.

Jadwal Retensi Arsip (JRA) adalah:

daftar yang berisikan sekurang-kurangnya jenis arsip, jangka waktu penyimpanan atau retensi arsip, jenis arsip dan keterangan yang berisi rekomendasi tentang penetapan nasib akhir suatu jenis arsip, dimusnahkan, dinilai kembali, atau  permanen yang dipergunakan sebagai pedoman penyusutan dan penyelamatan arsip.

Jenis arsip adalah:

arsip yang tercipta dan dikelompokkan berdasarkan fungsi dari suatu organisasi.

Sarana-sarana yang digunakan antara lain:

buku agenda, daftar 4D klasifikasi, buku indeks masalah, buku indeks nama dan buku register otoritet.

Sesuai amanat Undang-undang Nomor 7 tahun 1971 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsipan untuk melaksanakan tugas penyelenggaraan arsip dinamis, dan pengumpulan, penyimpanan, perawatan, penyelamatan, serta penggunaan arsip statis, maka pemerintah membentuk organisasi kearsipan yang terdiri dari:

Unit-unit kearsipan pada Lembaga-lembaga Negara dan Badan-badan Pemerintah Pusat dan Daerah.

Dan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 tahun 2013 tentang Kearsipan dan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 17 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kearsipan, maka terdapat:

  1. Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI)
  2. Arsip Nasional Daerah

Untuk menilai dan mengevaluasi penyelenggaraan kearsipan di lingkungan Pemerintah Provinsi dan kabupaten/kota, dibentuklah Tim Pengawas Kearsipan, sesuai Peraturan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Nomor 38 Tahun 2015 tentang Pedoman Pengawasan Kearsipan.

Pengawasan Kearsipan adalah:

proses kegiatan dalam menilai kesesuaian antara prinsip, kaidah dan standar kearsipan dengan penyelenggaraan kearsipan.

Sedangkan Audit Kearsipan adalah:

merupakan proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi bukti yang dilakukan secara independen, objektif dan profesional berdasarkan standar kearsipan untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, efektivitas, efisiensi, dan keandalan penyelenggaraan kearsipan. Audit kearsipan dilaksanakan secara internal dan eksternal. Adapun yang menjadi objek pengawasan adalah pencipta arsip dan lembaga kearsipan.

Dalam pelaksanaan audit dan pengawasan kearsipan ini terdapat beberapa hal penting yang perlu menjadi perhatian, antara lain pendelegasian kewenangan dari ANRI kepada Gubernur untuk melakukan pengawasan terhadap Kabupaten/Kota dan pencipta arsip tingkat daerah. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 7 Ayat (1) menyebutkan bahwa Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pe-ngawasan terhadap penyelenggaraan Urusan Pemerintahan oleh Daerah. Karena urusan kear sipan merupakan salah satu urusan wajib pada pemerintahan daerah, maka penyelenggaraan nya harus diawasi. Untuk itu pengawasan terhadap urusan penyelenggaraan kearsipan pemerin tah daerah kabupaten/kota dilaksanakan oleh Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat di Daerah.

Adapun dasar hukum yang dipedomani di lingkungan pemerintah provinsi terkait penataan, pedoman dan sanksi bidang kearsipan sebagai berikut:

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 tahun 2013 tentang Kearsipan; terutama pada pasal 29 ayat (3) yang menyebutkan bahwa pengelolaan arsip dinamis menjadi tanggung jawab pencipta arsip.
  2. Peraturan Kepala ANRI Nomor 25 Tahun 2012 tentang Pedoman Pemusnahan Arsip; terutama pada pasal 5 yang menjelaskan tentang prosedur pemusnahan arsip di Lembaga Negara, Pemerintahan Daerah Provinsi, Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, BUMN/BUMD, Perusahaan Swasta, serta Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta
  3. Peraturan Daerah Nomor 17 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kearsipan; yaitu:
  • pasal 15 tentang kewajiban SKPD untuk melaksanakan pemeliharaan arsip vital sebagai upaya perlindungan dan pengamanan arsip.
  • Pasal 22 tentang kewajiban SKPD melaksanakan JRA sebagai pedoman penyusutan arsip.
  • Pasal 42 tentang kewajiban Lembaga Kearsipan wajib menyediakan prasarana dan sarana sesuai standar, yang meliputi: gedung, ruangan dan peralatan pendukung pengelolaan dan penyimpanan arsip.
  • Pasal 48 tentang kewajiban SKPD mengalokasikan pendanaan untuk pengelolaan kearsipan.
  • Pasal 50 tentang larangan Pimpinan, pejabat dan/atau pelaksana di lingkungan SKPD untuk:
    1.  membuka/memberikan informasi arsip yang dikategorikan tertutup kepada orang yang tidak berhak;
    2. merusak arsip dan/atau merusak tempat penyimpanan arsip;
    3. menguasai dan memiliki arsip-arsip yang berada dibawah tanggungjawabnya;
  1. menolak memberikan informasi bagi kepentingan pengguna arsip yang berhak; dan
  2. Mengabaikan/lalai dalam pengelolaan dan penyimpanan arsip.
  • Pasal 55 tentang ancaman/sanksi bagi Pejabat dan/atau pelaksana yang melanggar ketentuan Pasal 22 ayat (1), Pasal 28 ayat (1) dan Pasal 30 ayat (1) diberikan hukuman disiplin berupa teguran tertulis. Dan jika selama 6 (enam) bulan tidak melakukan perbaikan, pejabat dan/atau pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan dikenakan sanksi administratif berupa penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun.
  • dan selanjutnya jika selama 6 (enam) bulan tidak mengindahkan juga dikenakan sanksi administratif berupa penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun.
  • jika selama 6 (enam) bulan berikutnya tidak melakukan perbaikan, pejabat dan/atau pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 1 (satu) tahun
  • Pada Pasal 60 tentang tentang ancaman/sanksi bagi setiap orang atau badan yang melakukan pelanggaran ketentuan Pasal 14 ayat (3), Pasal 16 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 30 ayat (3) dan Pasal 50, diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

 

  1. Peraturan Gubernur Nomor 25 tahun 2006 tentang Jadwal Retensi Arsip Pemerintah.
  2. Peraturan Gubernur Nomor 26 tahun 2006 tentang Jadwal Retensi Arsip Kepegawaian PNS dan Pejabat Negara.
  3. Peraturan Gubernur Nomor 27 tahun 2006 tentang Jadwal Retensi Arsip Keuangan.

Dengan telah tersedianya regulasi, petunjuk dan pedoman dalam penyelenggaraan kearsipan SKPD dan pengawasan kearsipan di lingkungan pemerintah provinsi, maksud dan tujuan pengelolaan kearsipan seharusnya sudah harus terlaksana di seluruh instansi pemerintahan. Apalagi dengan adanya ancaman pidana bagi penyelenggaraan negara yang tidak taat dan patuh dalam melaksanakannya. Baik yang menghilangkan, menolak memberikan informasi slot 4d atau lalai dalam pengelolaan dan penyimpanan arsip. Bukan tidak mungkin hal ini yang akan menjatuhkan dan menjerat ASN. Mari laksanakan pengelolaan arsip dengan baik dan benar.

 

 

 

By : Monita

P2 Madya pada Inspektorat Daerah

Provinsi Sumatera Barat